Mahasiswa Aktivis
@Komarudin Soleh
(Ketua PK HIMA
Persis STAI Persis Garut 2013-2014)
Dalam
kehidupan kampus, setidaknya terdapat tiga domain kelompok mahasiswa. Kelompok pertama, adalah kelompok mahasiswa puritan yang kehadirannya
di kampus hanya fokus pada satu tujuan yaitu belajar, mengikuti perkuliahan,
menimba ilmu pada jurusan yang menjadi pilihannya, dan secepatnya menyelesaikan
studinya menjadi sarjana. Kelompok
kedua, adalah kelompok
mahasiswa intelektual yang selain menjalankan tugas belajar sesuai bidang studi
yang dipilih, masih meluangkan waktu untuk memperkaya pengetahuan lain diluar
bidang studinya, dan menuangkan gagasan-gagasan, pemikiran untuk perbaikan
kehidupan masyarakat, umumnya mengikuti grup diskusi, mengurus pers kampus,
atau aktif menulis di koran umum. Kelompok
ketiga, adalah mahasiswa aktivis yang selain aktif mengikuti
perkuliahan, melakukan studi diluar mata kuliah, mempelajari segala hal
mengenai seluk beluk kehidupan kemasyarakatan untuk perluasan pengetahuan
umumnya seperti mengenal kehidupan sosial politik dan kenegaraan, juga aktif
melakukan gerakan aksi (tindakan nyata) untuk mengubah keadaan masyarakat dan
Negara, umumnya aktif di organisasi kemahasiswaan baik di intra maupun ekstra
kampus, melancarkan aksi gerakan massa yang berhadapan langsung dengan
pemerintah atau lembaga-lembaga kenegaraan lain, dan banyak bersentuhan dengan
berbagai aktivitas sosial di masyarakat.
Bila menggunakan
definisi yang lebih luwes, dimana yang dimaksud aktivis mahasiswa mencakup
komunitas sosial yang menjalankan aktivitasnya dalam upaya berperan dalam
proses politik kenegaraan di luar kelembagaan formal (Partai pilitik dan
parlemen), atau sering disebut sebagai gerakan ekstra parlementer, maka
sebenarnya peran aktivis sudah lama ada. Yakni, sejak masa kolonialisme, dan
selalu hadir sesuai tantangan zamannya.
Kehidupan kampus yang selama ini menjadi ajang pelatihan
untuk mencetak kader-kader bangsa, terberangus semenjak lahirnya kebijakan
Menteri Pendidikan Daoed Joesoep melalui normalisasi, kehidupan kampus/Badan
Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK), mulai diterapkan secara resmi melalui surat
keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (P dan K) nomor 01/V/1978 tanggal
19 April 1978. Tujuannya adalah sebagai bagian integral dari upaya depotisasi
kampus, serta meredam aktivitas politik mahasiswa secara umum.
Lembaga-lembaga kemahasisaan seperti
Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), Dewan Mahasiswa (DM), Sent Mahasiswa
(SM), dibubarkan dan dilarang hidup di kampus oleh kaskopkamtib laksamana
Soedomo. Sehingga menjadikan aktivis gerakan mahasiswa lumpuh total. Hal ini
yang menjadi musibah besar sebagai bangsa, menjadi berat bagi generasi gerakan
mahasiswa 1980-an yang beraktivitas di bawah bayang-bayang pengawasan aparat
yang ketat. Sebagai alternatif, guna menyalurkan aspirasi, kreativitas, dan
komunukasi antar mahasiswa, maka pers mahasiwa menjadi alternatif yang sangat
menolong. Maka periode tersebut marak berkembang pers mahasiswa.
Sumber:
(Gerakan Mahasiswa)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar